Dunia sedang menghadapi masalah, termasuk Indonesia. Covid 19 yang menjadi wabah dan pandemi belum juga terselesaikan. Walau sudah ada vaksin pandemi masih jauh dari kata terkendali. Di tengah kondisi tersebut bencana lain datang silih berganti. Tapi satu hal, para buzzer tetap istiqomah dengan yang mereka lakukan selama ini.
Beberapa jenis vaksin covid 19 sudah berhasil dikembang, seperti pfizer dan sinovac. Beberapa negara sudah mulai melakukan vaksinasi. Indonesia juga sudah memulai dengan diawali oleh Presiden Joko Widodo. Hal tersebut kemudian diikuti dengan yang lain, seperti gubernur, bupati dan walikota.
Ini adalah tahap pertama dan jumlahnya sangat kecil. Dibandingkan jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 260 juta orang vaksi yang sudah tersedia jauh dari kata memadai. Seandainya vaksin sudah tersedia sesuai jumlah penduduk proses memvaksi seluruh penduduk, atau paling tidak 70 persen dari jumlah penduduk membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Dibutuhkan waktu lebih dari setahun untuk merampungkannya.
Di tengah kondisi itu datang musibah. Pesawat Sriwijaya Air jurusan Jakarta-Pontianak jatuh. Pesawat tersebut hilang kontak setelah sekitar 4 menit lepas landas. Pesawat itu jatuh di perairan pulau seribu. Pesawat tersebut membawa 50 penumpang dan 16 awak.
Setalah melukan pencarian intensif dengan mengerahkan segala kemampuan sedikit demi sedikti bagian pesawat ditemukan. Selain itu bagian tubuh korban sebagian ditemukan. Dan dari temuan yang ada sedikit kemungkinan ada penumpang maupun awak pesawat yang selamat. Hampir semua dipastikan meninggal dunia.
Baca juga: Istiqomah dalam Kesablengan
Ini tentu kondisi yang memilukan. Di tengah kondisi dunia penerbangan yang hancur akibat pandemi apa yang terjadi dengan Sriwijaya Air tentu menjadi pertanyaan. Seorang teman yang perjalanannya ke luar negeri menyusul istri yang menempuh studi di Australia menjadi was-was. Ini karena pesawat-pesawat yang ada jarang terbang, atau bahkan tidak terbang sama sekali dalam waktu yang lama.
Selain musibah pesawat bencana alam bertubi-tubi datang. Ada longsong, banjir besar, gempa bumi dan letusan gunung berapi. Semau itu tentu menedot energi yang besar, baik fikiran, fisik, maupun finansial.
Yang disayangkan dalam kondisi seperti para buzzer, baik yang pro maupun yang kontra pemerintah masih saja bertikai. Meraka tetap saja istiqomah seperti tidak terjadi wabah dan bencana. Hati nurani mereka telah mati. Apalagi benar kalau mereka dibayar untuk itu, berarti mereka mencari hidup dari kesusahan yang ada.